aisyah berbagi ilmu
Jumat, 09 Mei 2025
PROPOSAL SKRIPSI (UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN PKn MELALUI KETERAMPILAN GURU DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS IV SD NEGERI 102 SELUMA)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Perilaku-perilaku yang dimaksud di atas seperti yang tercantum di dalam penjelasan Undang-Undang tentang sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39 ayat 2, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang bersifat persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan. Perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan di atas melalui musyawarah dan mufakat serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai suatu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah, PKn memiliki misi yang harus diemban. Di antara misi yang harus diemban adalah sebagai pendidikan dasar untuk mendidik warga negara agar mampu berpikir kritis dan kreatif, mengkritisi, mengembangkan pikiran. Untuk itu siswa perlu memiliki kemampuan belajar tepat, menyatakan dan mengeluarkan pendapat, mengenal dan melakukan telaah terhadap permasalahan yang timbul di lingkungannya agar tercapai perilaku yang diharapkan.
Namun dalam kenyataan di lapangan, banyak ditemukan berbagai kendala dalam proses belajar PKN sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai dengan baik. Salah satu kendala itu antara lain tidak berani mengungkapkan pendapat. Salah satu sumber kritik yang dilontarkan masyarakat adalah PKn telah digunakan sebagai alat indoktinasi dari suatu sistem kekuasaan untuk kepentingan pemerintahan yang ber kuasa. Eksesnya para siswa atau lulusan pendidikan semakin telah dikondisikan untuk tidak berani mengemukakan pendapat dan koreksi terhadap kesalahan penguasa. Nilai dan tindakan kreatif semakin terabaikan karena masyarakat termasuk peserta didik hanya dituntut untuk menjadi penurut dan peminta petunjuk.
Dengan situasi seperti ini guru harus dapat mengambil suatu tindakan guna menyiasati apa yang terjadi di kelas. Guru harus dapat mengubah strategi agar kemampuan siswa dalam mengeluarkan pendapat semakin meningkat.
Salah satu cara yang dapat ditempuh berkaitan dengan inovasi tugas mengajar guru adalah guru hendaknya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya. Metode mengajar diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang dipakai oleh guru dalam menyajikan bahan ajar kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Khususnya dalam hal ini adalah metode untuk menunjang proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Pemilihan metode mengajar ini juga perlu diperhatikan karena tidak semua materi dapat diajarkan dengan hanya satu metode mengajar. Guru hendaknya dapat memilih metode mengajar yang dianggap sesuai dengan materi yang hendak diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar pengajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat berlangsung secara efektif, efisien dan tidak membosankan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang diwajibkan untuk kurikulum di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37. Berdasarkan hal tersebut PKn tidak bisa dianggap remeh karena merupakan mata pelajaran yang diwajibkan, sehingga upaya-upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran PKn di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi harus terus ditingkatkan. Kenyataan di lapangan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dianggap sebagai pelajaran nomor dua atau dianggap sepele oleh sebagian besar siswa. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan metode mengajar yang dipakai oleh sebagian besar guru PKn masih memakai metode konvensional atau tradisional. Metode konvensional merupakan metode dimana guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar berkurang dan hanya bergantung pada guru.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti dengan mengadakan tes kemampuan awal dan wawancara dengan guru PKn kelas IV, maka penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IV SDN 102 Seluma. Oleh karena itu untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peneliti bermaksud mencobakan metode diskusi kelompok bagi kelas IV SDN 102 Seluma. Metode ini diterapkan agar dapat membantu guru khusunya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu agar penyajian bahan ajar PKn tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pembelajaran PKn Melalui Keterampilan Diskusi Kelompok Kelas IV SDN 102 Seluma Tahun Ajaran 2011/2012”.
B. Permasalahan
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan pokok adalah: Apakah melalui proses pembelajaran PKn sebelum menggunakan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan minat belajara siswa dalam pembelajaran PKn?
1. Bagaimana hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn sebelum menggunakan metode diskusi kelompok?
2. Bagaimana hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn setelah menggunakan diskusi kelompok ?
3. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa sebelum menggunakan keterampilan menjelaskan dan metode diskusi kelompok serta sesudahnya dalam proses pembelajaran PKn?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn sebelum menggunakan metode diskusi kelompok.
2. Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn setelah menggunakan metode diskusi kelompok.
3. Peningkatan hasil belajar siswa sebelum menggunakan keterampilan metode diskusi kelompok serta sesudahnya dalam proses pembelajaran PKn
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan, agar penulis dapat berpartisipasi aktif secara langsung di dalam kegiatan proses pembelajaran serta memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKN di Sekolah Dasar.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru-guru PKN di SD tentang penggunaan metode diskusi kelompok, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar.
E. Penjelasan Istilah
1. Upaya meningkatkan
Yang dimaksud dengan upaya peningkatan dalam penelitian ini adalah usaha yang dilakukan untuk menaikkan atau untuk mempertinggi.
2. Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan Hasil belajar disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru).
Yang penulis maksudkan dengan proses pembelajaran dalam penelitian ini adalah proses interaksi atau hubungan timbalbalik antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Metode Diskusi Kelompok
a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi dapat pula diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
Yang dimaksud dengan metode diskusi kelompok adalah cara pembelajaran melalui penyelidikan terhadap suatu kasus, kemudian diminta kepada siswa untuk mencari jawaban serta kesimpulannya. Adapun penyelidikan tersebut dilakukan secara kritis-analitis dan logis sehingga kesimpulan yang didapat akan diyakini kebenarannya.
Adapun yang dimaksud dengan upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn melalui metode diskusi adalah: Usaha, yang dilakukan guna untuk menaikkan atau mempertinggi kecenderungan/ keterkaitan siswa dalam belajar pada waktu terjadinya proses interaksi antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa, saat kegiatan belajar mengajar melalui cara pembelajaran. Kemudian, kepada siswa ditugaskan untuk mencari jawaban serta kesimpulannya secara kritis dan logis, sehingga kesimpulan yang didapat akan diyakini kebenarannya.
b. Tujuan
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam menggunakan diskusi kelompok di dalam kelas, yaitu:
1. Untuk membimbing siswa memahami dengan jelas jawaban pertanyaan “Mengapa” yang mereka ajukan atau yang dikemukakan ole guru.
2. Menolong siswa mendapatkan dan memahami dengan jelas jawaban pertanyaan, hukum, dalil dan prinsip-prinsip umum secara objektif dan bernalar.
3. Melibatkan murid untuk berpikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan.
4. Untuk mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahaman dan untuk mengatasi kesalahan pengertian mereka.
5. Menolong siswa untuk menghayati dengan pendapat, meningkatkan penalaran, membantu siswa untuk menggunakan bukti dalam menyelesaikan keadaan yang meragukan.
Disamping itu ada pula beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengenai perlunya keterampilan metode diskusi kelompok dikuasai dengan baik yaitu sebagai berikut:
a. Mendorong siswa berpikir kritis.
b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
c. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama.
d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
a. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan secara bersama-sama.
b. Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
c. Diskusi Kelompok Dalam Penelitian
Yang dimaksud dengan diskusi kelompok dalam penelitian ini adalah suatu kelompok dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, masing-masing terdiri dari 3-6 orang. Metode ini digunakan untuk mendiskusikan suatu topik atau memecahkan masalah. Seorang juru bicara ditunjuk untuk melaporkan hasil diskusi masing-masing kepada sidang lengkap dengan semua kelompok-kelompok. Tujuan diskusi ini adalah untuk memperoleh informasi, untuk memecahkan masalah atau mendiskusikan suatu isu.
Tugas pemimpin kelompok:
1. Membantu dalam menentukan isu atau masalah
2. Memberikan penjelasan kepada kelompok-kelompok kecil:
a. Tentang tugasnya
b. Tentang batas waktu 5-15 menit untuk menyelesaikan tugas-tugas
c. Menyarankan agar tiap kelompok kecil memilih pemimpin siding dan penulisnya.
3. Meminta saran-saran untuk memecahkan masalah, penjelasan isu atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
4. Merangkum hasil diskusi kelompok itu atau menugaskan salah seorang untuk melakukannya
5. Mengajukan tindakan dan studi tambahan
6. Mengevaluasi manfaat dan kekurangan situasi belajar.
Tugas anggota
1. Membantu dan merumuskan isu atau masalah yang dihadapi
2. Ikut memilih pemimpin dan penulis dalam kelmpok
3. Memperjelas dan merumuskan isu atau masalah yang dihadapi mereka.
4. Ikut melaksanakan evaluasi efektifitas pengalaman belajar
Tugas juru tulis
1. Mencatat seluruh pendapat anggota-anggota kelompok
2. Merangkum pendapat kelompok
3. Melaporkan kepada siding lengkap
Metode ini dipertimbangkan efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa, karena dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam pembahasan diskusi kelompok tersebut, aspek-aspek yang harus diperhatikan oleh guru adalah:
1. Pembagian kelompok
2. Penyusunan kelompok
3. Penentuan dan penjelasan topik
4. Memotivasi peserta diskusi
5. Peran guru saat diskusi berlangsung
6. Penerapan demokratisasi
7. Pemberian kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan diskusi kelompok siswa dituntut untuk aktif dan menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan membentuk kelompok kecil. Apabila menghadapi kesulitan, siswa dapat mendiskusikan dengan siswa lain atau bertanya kepada guru.
d. Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi
Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
1) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
5) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakuan hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
2) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
B. Konsep Tentang Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Lebih–lebih setelah dicanangkannya wajib belajar. Namun, apa sebenarnya belajar itu, rasanya masing–masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas belajar. Oleh karena itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akitivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenarnya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar. Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ ritual–ritual” belajar.
Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang dapat dibedakan dengan kegiatan – kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya didentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.
Pengertian belajar demikian, secara konseptual tampaknya sudah mulai ditinggalkan orang. Guru tidak dipandang sebagai satu – satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli–ahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda mengenai apa belajar itu. Dalam pandangan psikologis, menurut Ali Imron (1996:2 – 14), ada 4 pandangan mengenai belajar, yaitu :
1. Pandangan Psikologi Behavioristik.
Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor–faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Tokoh–tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson. Setelah mengadakan eksperimentasi, Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dan atau diri sendiri seseorang dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi atas stimulus – stimulus yang dialami.
Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba– coba (trial and error). Mencoba – coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba – coba ini seseorang mungkin akan menemukan respons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
2. Pandangan Psikologi Kognitif
Menurut psikologi kognitif, belajar adalah suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon – respon lainnya guna mencapai tujuan.
3. Pandangan Psikologi Humanistik
Pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Menurut pandangan psikologi humanistik, belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar – besarnya kepada individu.
Salah seorang tokoh psikologi humanistic Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. Ia mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang ia ambil atau pilih.
4. Pandangan Psikologi Gestalt
Tokoh psikologi Gestalt adalah Kohler, Koffkar dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi Gestalt, belajar adalah terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berpikir. Dalam belajar ditanamkan pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman.Belajar selalu melibatkan perubahan pada dirinya dan melalui pengalaman yang dilaluinya oleh interaksi antar dirinya dan lingkungannya baik sengaja maupun tidak disengaja. Perubahan yang semata–mata karena kematangan seperti anak kecil mulai tumbuh dan berjalan tidak termasuk perubahan akibat belajar, karena biasanya perubahan yang terjadi akibat belajar adanya perubahan tingkah laku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan ”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.
Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.
Sementara itu, Slameto (2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) juga memiliki pendapat bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tigkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar.
Dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kemauan dan minat siswa turut menentukan keberhasilan belajarnya. Perbedaan kemampuan siswa mengakibatkan perbedaan waktu untuk menguasai materi pembelajaran.
Sementara itu Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) mengemukakan bahwa ” apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor ketahuan, kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran maka setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan”.
Dari teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terus–menerus dan tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 250-251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2004 : 39).
"Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya". Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
C. Ruang Lingkup Pembelajaran Bidang Studi PKn
a. Latar Belakang
PKn dijelaskan dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Menyatakan bahwa:
“Pendidikan Pancasila mengarahkan pada moral yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari”.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa:
“Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemapuan dasar berkenaan dengan hubungan antar Negara dengan Negara serta pendidikan bela Negara-negara agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara”
Berdasarkan pengertian di atas maka PKn memiliki arti penting dalam rangka pembinaan dan pembentukkan manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila, khususnya bagi generasi muda penerus bangsa dari pendidikan dasar sampai pendidikan dijenjang tinggi.mereka mengemban tugas membina dan melestarikan nilai dan moral Pancasila dengan demikian melaui PKn diharapkan siswa menjadi manusia terdidik dan warganegara yang baik serta berperilaku sesuai dengan norma Pancasila.
b. Pengertian
“Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa. Baik secara individu maupun anggota masyarakat, warga Negara dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa” (Kurikulum PKn SLTP. 1996:1).
Dari pengertian tersebut di atas maka PKn memiliki arti penting dalam melestarikan nilai luhur dan moral yang bersumber dari budaya bangsa, dan diharapkan siswa dapat menerapkan dalam tingkah laku dalam kehidupan di lingkungannya, bangsa dan Negara.
c. Fungsi
Berdasarkan pengertian PKn dalam kurikulum pendidikan dasar maka PKn adalah
1. Melestarikan dan mengembangkan nilai moral-moral Pancasila yang dikembangkan itu mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat.
2. Mengembangkan dan membina siswa menuju manusia Indonesia seutuhnya yang sedikit politik, hokum dan konstitusi Negara kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila.
3. Membina pemahaman dan kesadaran tentang hubungan antar warga Negara dengan sesama warga Negara dan pendidikan pendahuluan bela Negara agar mengetahui dan mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warga Negara.
4. Membekali siswa dengan sikap perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari.
d. Tujuan
Berdasarkan pengertian PKn maka diambil kesimpulan bahwa tujuan PKn adalah mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukkan sikap dan perilaku sebgai pribadi, anggota masyarakat dan kemampuan untuk mengikuti pendidikan dijenjang pendidikan menengah.
e. Ruang Lingkup
Sedangkan ruang lingkup PKn ,menurut kurikulum Pendidikan Dasar yaitu:
1. Nilai, moral dan norma serta nilai-nilai spiritual bangsa Indonesia dan perilaku yang diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila
2. Kehidupan Idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum PKn, 1996:2).
Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan selain sebagai pendidikan nilai, moral juga merupakan pendidikan politik. Adapun sasaran kedua arah pendidikan tersebut adalah menghendaki terciptanya pribadi-pribadi manusia Indonesia yang akan tumbuh menjadi warga yang tau akan posisinya di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga mampu menjadi warga Negara yang memilki kesadaran dan kewajibannya dalam ikut menyumbangkan peran sertanya dalam pembangunan nasional.
D. Keterkaitan Antara Hasil Belajar Siswa Dengan Keterampilan Diskusi Kelompok
Dalam proses pembelajaran pada prinsipnya siswa telah memiliki minat belajar yang merupakan minat pembawaan. Sehingga baik siswa itu sendiri maupun guru di sekolah bertugas mengembangkan atau meningkatkan minat-minat yang telah dimiliki.
Adapun cara membangkitkan minat tersebut menurut Sardiman AM (1986: 93) adalah:
1. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
2. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
4. Menggunakan berbagai bentuk mengajar
Sejalan dengan pendapat di atas disini penulis berupaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran PKn melalu keterampilan guru dengan menggunakan diskusi kelompok. Keterampilan menjelaskan dengan menggunakan diskusi kelompok yang dimiliki oleh seorang guru berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Melalui metode diskusi kelompok diharapkan siswa mengalami suasana yang bebas dalam mengungkap suatu masalah sesuai dengan minat yang ada pada dirinya. Mata pelajaran PKn lebih menekankan pada aspek afektif disaming kognitif dan psikomotor, yaitu aspek nilai, sikap dan moral.
Dengan keterampilan diskusi kelompok diharapkan akan membuat siswa lebih tertarik atau berminat dalam belajar, karena penanaman dan pengembangan konsep nilai dan moral dapat dicapai bila mana siswa secara langsung berinteraksi satu sama lainnya dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu metode ini dapat memberikan pengalaman dan keterampilan dalam mengemukakan keinginan yang ada dalam diri siswa.
Keterampilan diskusi kelompok dalam pengajaran PKn juga merupakan salah satu variasi agar siswa tidak menjadi bosan, maksudnya dengan pengajaran tersebut siswa akan tertarik dan termotivasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2011/2012 selama kurun waktu satu bulan yaitu dari tanggal 3-27 Oktober 2011.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kelas IV SDN 102 Seluma yang terletak di desa Air Petai.
3. Observator Penelitian
Peneliti adalah guru kelas yang berpengalaman mengajar selama 4 tahun. Dalam penelitian ini peneliti, kalbolator berjumlah satu orang yang bertugas untuk mengamati tindakan kelas.
B. Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian ini adalah penelitian terhadap siswa kelas IV SD Negeri 102 Seluma yang berjumlah 38 orang siswa.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan latar kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan sendiri oleh pelaksana/guru untuk memperbaiki pengajaran dengan cara melakukan perubahan-perubahan dan mempelajari akibat-akibat perubahan itu (Oja dan Smulyan, 1989). Untuk melakukan perubahan itu, dilakukan kerjasama antara peneliti dengan guru lainnya agar hasil belajar siswa terhadap pelajaran PKn meningkat dan diharapkan terjadi perubahan sikap dan tingkah laku yang akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar.
D. Cara Melaksanakan Tindakan
Proses penelitian tindakan latar kelas ini mengikuti langkah-langkah sebagaimana yang dikemukakan oleh MC. Togart (1993) yaitu:
1. Planning
2. Action
3. Reflektion
4. Observation
Secara rinci proses penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan awal
Pada kegiatan awal ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melihat hasil belajar siswa
2. Merumuskan rencana pembelajaran
3. Mempersiapkan alat dan media
4. Menentukan waktu
b. Pelaksana tindakan
Setelah kegiatan awal dilakukan, peneliti melaksanakan segala sesuatu yang telah direncanakan pada tahap awal.
c. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi kemudian dilakukan refleksi dianalisis pencapaian tingkat minat belajar siswa dengan kekurangan-kekurangan guru dalam penyampaian materi sebagai salah satu masukan untuk perbaikan pada tindakan berikutnya.
d. Replaning
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama peneliti menyusun rencana untuk melakukan tindakan berikutnya yaitu:
1. Menyusun rencana pembelajaran
2. Menyiapkan alat dan media
e. Pelaksanaan dan observasi
Pada tahap ini kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan replaning kemudian diamati dan dievaluasi kembali hingga penerapan keterampilan menjelaskan dan diskusi kelompok dapat berhasil.
E. Sumber Data Penelitian
Sumber data untuk mengamati variabel yang diteliti terdiri dari lembar penilaian hasil belajar siswa (data primer) dan lembar observasi kegiatan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (data skunder). Adapun format dari kedua instrument tersebut adalah sebagai berikut:
a) Lembar Pengamatan I :adalah data primer yang digunakan untuk menilai kerjasama kelompok pada siklus. Adapun format lembar pengamatan I adalah sebagai berikut:
LEMBAR OBSERVASI KERJASAMA KELOMPOK
Siklus :…….
Tabel I
No
Aspek yang dinilai Skor Jml
skor
Kriteria
1 2 3 4
1 Efektivitas pembagian kerja
a) Adanya ketua kelompok yang mempunyai wewenang membagi tugas
b) Ketua kelompok dipilih berdasarkan musyawarah kelompok
c) Ketua kelompok melakukan pembagian kerja
d) Anggota kelompok patuh terhadap pembagian kerja yang ditetapkan
2 Ketergnatungan antar anggota kelompok
a) Tugas antar anggota kelompok saling berhubungan
b) Adanya perbedaan tugas antar anggota
c) Tugas kelompok dapat selesai jika seluruh anggota kelompok dapat selesai melaksanakan tugasnya masing-masing
3 Tanggung jawab perorangan
a) Anggota kelompok memahami tugasnya masing-masing
b) Setiap anggota kelompok mempunyai alat dan sumber belajar untuk menggali informasi yang dibutuhkan
c) Seluruh anggota kelompok terlibat aktif melaksanakan tugasnya masing-masing
d) Setiap anggota kelompok selesai mengerjakan tugas tepat waktu
4 Komunikasi antar anggota kelompok
a) Setiap anggota kelompok terlibat aktif dalam pemilihan ketua kelompok atau pembagian tugas
b) Setiap anggota terlibat komunikasi aktif (saling bertanya, mengungkapkan ide dan memberi penjelasan)
Keterangan:
(1) Kurang (2) Cukup (3) Baik (4) Baik
b) Format 2: Lembar pengamatan kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (Data skunder).
Tabel II
NO
ASPEK YANG DINILAI PENILAIAN KETERANGAN
0 1 2 3 4
Perencanaan
1 Membuat RPP
2 Menyusun bahan ajar
3 Merumuskan tujuan (indikator)
4 Mengorganisasi materi
5 Memilih media yang tepat
6 Memilih sumber belajar
7 Menyusun alat ukur
Jumlah
Kriteria
Tabel III
NO
ASPEK YANG DINILAI PENILAIAN KETERANGAN
0 1 2 3 4
Perencanaan
1 Membuka menutup pelajaran
2 Memotivasi
3 Membentuk kelompok diskusi
4 Memberi informasi/menjelaskan
5 Membantu siswa yang mengalami kesulitan
6 Variasi mengajar
7 Memberi evaluasi
Jumlah
Kriteria
F. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini, penulis menggunakan tekhnik sebagai berikut:
a. Teknik pengumpulan data primer
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan mengisi format lembar pengamatan 1 oleh peniliti untuk mengamati hasil belajar siswa dalam pemecahan masalah setiap siklus.
b. Teknik pengumpulan data skunder
Teknik pengumpulan data skunder dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Pengisian lembar pengamatan guru dilakukan oleh kalobolator.
G. Teknik Analisis Data
a) Lembar pengamatan 1: dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganailisis kerjasama kelompok pada setiap siklus dengan teknik analisis data sebagai berikut:
Keterangan :
% AS : Persentase tingkat kerjasama kelompok
FK : Frekuensi kelompok
JSK : Jumlah seluruh kelompok
b) Lembar pengamatan 2: dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganailisis tingkat parsitisipasi siswa dalam diskusi kelompok pada setiap siklus dengan teknik analisis data sebagai berikut:
Keterangan :
% PS : Persentase parstisipasi siswa
FS : Frekuensi siswa
JSK : Jumlah seluruh siswa
c) Analisis data format 3 dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kinerja guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada setiap siklus. Selanjutnya indikator kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu:
Tabel 4
No Rentang Skor Kriteria Kerja Guru
1 <10 Kurang
2 10-16 Sedang
3 17-22 Baik
H. Indikator Kinerja
Untuk mengetahui efektifitas tindakan, maka ditetapkan indicator kinerja. Indicator tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan tindakan pada siklus dalam penelitian. Indicator kerja dalam penelitian ini adalah:
1. Jika sekurang-kurangnya 75% dari seluruh kelompok kerjasama kelompoknya masuk dalam criteria “Baik”
2. Jika sekurang-kurangnya 75% siswa tingkat partisipasi kerja kelompoknya tergolong “Baik”
Jumat, 03 Oktober 2014
PROPOSAL SKRIPSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SISWA (DI SD NEGERI 1 KECAMATAN PADANG JAYA KABUPATEN BENGKULU UTARA)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan bernegara.
Pendidikan merupakan sistem terbuka, sebab tidak mungkin pendidikan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik bila ia mengisolasi diri dengan lingkungannya. Pendidikan berada di masyarakat, ia adalah milik masyarakat. Itulah sebabnya pemerintah menegaskan bahwa pendidikan adalah menjadi tanggung jawab pemerintah/sekolah, orang tua dan masyarakat. Oleh karena keberadaan pendidikan seperti itu maka apa yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat akan berpengaruh pula terhadap pendidikan (Pidarta, 2000 : 28)
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujukan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan agama Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk pesertya didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Pendidikan agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu menyempurnakan iman dan takwa serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan.
Pendidikan agama Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 1 butir a “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. Berarti jika dalam lembaga pendidikan ada yang beragama Islam maka mereka berhak mendapatkan pengajaran agama Islam dan diajarakan oleh guru yang beragama Islam.
Islam dengan tegas telah mewajibkan agar melakukan pendidikan, sebagaimana firman Allah, dalam al-Qur’an surat Al-Alaq 3-5 :
Artinya :"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (Departemen Agama RI, 2005: 479).
Jadi dapat dipahami, bahwa ayat tersebut juga menunjukan jika manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan membaca dalam arti luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan Allah.
Pada tingkatan Sekolah Dasar mata pelajaran agama Islam diajarkan sejak kelas satu sampai kelas enam. Pelajaran ini berisikan keimanan, akhlak, Al-Qur’an Hadits, ibadah dan tarikh. Yang juga di dalamnya menyangkut teori hukum Islam yaitu tentang kewajiban manusia, khususnya kewajiban individual kepada Allah SWT .
Pada prinsipnya pelajaran agama Islam membekali siswa agar memiliki pengetahuan lengkap tentang hukum Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk ibadah kepada Allah. Dengan demikian siswa dapat melaksanakan ritual-ritual ibadah yang benar menurut ajaran Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktekkan dan diajarkan Rasulullah saw.
Dalam standar kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang berisi kemampuan minimal yang harus dikuasai siswa selama menempuh PAI di SD, kemampuan ini berorientasai pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai di SD yaitu :
1. Mampu membaca Al- Quran dan surat-surat pilihan sesuai dengan tajwidnya, mengartikan, dan menyalinnya, serta mampu membaca, mengartikan dan menyalin hadits-hadits pilihan.
2. Beriman kepada Allah SWT, dan lima rukun Islam yang disertai dengan mengetahui fungsinya serta terefleksi dalam sikap prilaku, dan akhlak eserta didik dalam dimensi verikal maupun horizontal.
3. Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syariÃat Islam baik ibadah wajib dan ibadah sunnah maupun muamalah.
4. Mampu berakhlak mulia dengan meneladani sifat, sikap dan kepribadian Rasulullah serta Khulafaur Rasyidin.
5. Mampu mengambil manfaat dari sejarah peradaban Islam. (Depdiknas, 2003 : 10-11)
Berdasarkan pengamatan penulis dapat digambarkan bahwa, anak didik menganggap pelajaran pendidikan agama Islam hanya merupakan ilmu pengetahuan biasa dan kurang dihayati, sehingga dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi ini mencerminkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam belum terlaksana sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri. Melihat permasalahan ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pengamalan Ibadah Siswa (Di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara”.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara ?
2. Bagaimana Pengamalan Ibadah Siswa di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara ?
3. Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pengamalan ibadah siswa di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara ?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak terlalu luas maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu :
1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam yang dimaksud adalah proses belajar mengajar oleh guru di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara.
2. Pengamalan ibadah yang dimaksud adalah pada ibadah sholat, puasa,berdoa dan membaca al-quran.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara
2. Untuk mengetahui Pengamalan Ibadah Siswa di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara.
3. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pengamalan ibadah siswa di SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara
E. Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain berkenaan dengan masalah pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dan efeknya terhadap pengamalan ibadah siswa.
2. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi para guru, orang tua/wali murid dan para pengelola pendidikan guna mengambil langkah-langkah positif dalam memberi sugesti, dan semangat dalam mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan, terutama tujuan Pendidikan Agama Islam.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
- Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan suatu pendidikan yang mengatur pribadi dan masyarakat untuk dapat memeluk agama Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kelompok, sebab pendidikan agama Islam merupakan sarana untuk memahami serta mengamalkan ajaran Islam.
Menurut Daradjat (2006:86) Pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Menurut Usman Said yang dikutip oleh Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001 : 110) Pendidikan Agama Islam adalah segala usaha untuk terbentuknya atau membimbing/menuntun rohani jasmani seseorang menurut ajaran Islam. Sedangkan menurut Rahman Shaleh yang dikutip oleh Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001 : 111) dikemukakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah segala usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang merupakan dan sesuai dengan ajaran Islam.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan dan usaha yang diberikan pada seseorang dalam pertumbuhan jasmani dan usaha rohani agar tertanam nilai-nilai ajaran agama Islam untuk menuju pada tingkat membentuk kepribadian yang utama, yaitu kepribadian muslim yang mencapai kehidupan dunia dan akhirat. yang didasarkan atas hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ajaran Islam.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Athiyah Al-Abrasyi yang dikutip oleh Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001 : 112) mengemukakan bahwa :
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari Pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi-segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya itu.
Menurut Abdurrahman An Nahwali (1995: 117), tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan kehidupan dunia-akhirat. Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial.
Sedangkan Hamdani Ihsan, dkk. (2001: 63) mengungkapkan tiga tujuan pendidikan agama Islam antara lain:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan agama Islam harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional di negara dimana tempat pendidikan itu dilaksanakan dan harus dikaitkan juga dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, kebiasaan dan pandangan. Sehingga tujuan umum tidak dapat dicapai setelah melalui proses pembelajaran, pembiasaan, pengalaman, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya.
2. Tujuan Akhir
Pendidikan itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Dengan demikian pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, tujuan pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam segala jenjang dan tingkatnya adalah dimaksudkan untuk membantu manusia dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, sehingga akan diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang dan selaras. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan agama Islam maka setiap pendidik hendaknya mengarahkan segala kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya guna pencapaian tujuan pendidikaan agama Islam yang diharapkan.
c. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam merupakan suatu pendidikan yang mengatur pribadi dan masyarakat muslim untuk dapat memeluk agama Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kelompok, sebab pendidikan Islam merupakan sarana untuk memahami serta mengenalkan ajaran Islam.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field research), dengan bentuk korelasional dengan pendekatan kuantitatif.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh siswa SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara yang jumlahnya 235 siswa yang terdiri dari 120 laki-laki dan 115 perempuan.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 130) Mengingat populasinya lebih dari 100 orang, maka penulis mengutip pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) “Apabila subjeknya kurang dari seratus orang, maka lebih baik diambil keseluruhan, akan tetapi jika subjeknya lebih dari seratus orang, maka lebih baik diambil sekitar 10-15 % atau 20-25 %.”.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka peneliti mengambil sampelnya sebanyak 20 %, jadi responden dalam penelitian ini berjumlah 47 orang. Adapun teknik yang digunakan yaitu teknik stratified random sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tingkatan secara acak.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Menurut S. Nasution (2008: 107) observasi atau pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
Observasi ini penulis lakukan untuk mengetahui secara jelas tentang pelaksanaan ibadah sholat, puasa, baca qur’an dan doa pada siswa serta lokasi penelitian, keadaan dan kondisi sekolah yang berkenaan dengan penelitian penulis.
2. Angket
Angket, yakni pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk tulisan yang diajukan kepada siswa kelas VI SD Negeri 1 Kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara yang menjadi responden untuk mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dan efeknya terhadap pengamalan ibadah siswa.
D. Teknik Analisa Data
Prosedur penganalisaan data dalam penelitian ini ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Memeriksa jawaban-jawaban yang diberikan para responden dalam daftar isian, apakah pengisiannya lengkap atau tidak
2. Mentabulasikan jawaban-jawaban ke dalam beberapa daftar tabel yang sudah dipersiapkan
3. Setelah data cukup komplit dan ditabulasikan, akan di analisa menggunakan analisa statistik sebagai berikut :
a. Untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua, penulis menggunakan rumus :
Mx = å X (Sudijono, 2006: 196)
N
Dengan criteria yang digunakan Tinggi (T), Sedang (S) dan Rendah (R).
b. Untuk menjawab pertanyaan ke tiga, menggunakan rumus product moment sebagai berikut:


Keterangan
xy = Jumlah perhitungan antara skor item x dan skor item y
x2 = Jumlah perkalian skor item x
y2 = Jumlah perkalian skor item y (Arikunto, 2006: 273)
Jumat, 18 Mei 2012
MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan mensyaratkan perkembangan kemampuan siswa secara Optimal, dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sebagai individu, siswa memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Kenyataan yang dihadapi, tidak semua siswa menyadari potensi yang dimiliki untuk kemudian memahami dan mengembangkannya. Disisi lain sebagai individu yang berinterksi dengan lingkungan, siswa juga tidak dapat lepas dari masalah.
Menyadari hal di atas siswa perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar dapat berindak dengan tepat sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan kesluruhan kepribadian anak. Sebagai profesional guru memegang peran penting dalam membantu murid mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu bimbingan?
2. Apa itu konseling?
3. Bagaimana azas-azas bimbingan konseling?
4. Bagaimana landasan bimbingan konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan
v Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu. (Frank Parson, dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004).
v Menurut Jones, Staffire dan Stewart, 1970 bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilahn dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu didasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang-orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti iti tidak diturunkan (diwarisi) tetapi harus dikembangkan. ( Prayitno dan Erman Amti, 2004).
v Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Unsur-unsur pokok bimbingan, sbb:
1. pelayanan bimbingan merupakan suatu proses
2. bimbingan merupakan proses pemberian bantuan
3. bantuan diberikan kepada individu baik perorangan maupun kelompok
4. pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh atau kekuatan klien sendiri, sehingga mencapai kemandirian
5. bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi, nasehat, ataupun gagasan serta alat-alat tertentu baik yang berasal dari klien sendiri, konselor maupun dari lingkungan.
6. bimbingan tidak diberikan untuk kelompok-kelompok umur tentu saja tetapi meliputi semua usia mulai dari anak-anak, remaja dan orang dewasa.
7. bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli yaitu orang-orang yang memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan serta latihan yang memadai dalam bidang bimbingan dan konseling
8. pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginan-keinginannya kepada klien, karena klien mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan arah dan jalan hidupnya sendiri, sepanjang dia tidak mencampuri hak-hak orang lain.
9. bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
B. Pengertian Konseling
v Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli (klien) agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. (Shetzer dan Stone, dalam Achmad Juntika Nurihsan, 2006).
v Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya. (ASCA, dalam Achmad Juntika Nurihsan, 2006).
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2007:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Ciri-ciri pokok kegiatan konseling, sbb:
1. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi tersebut.
2. Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dank lien saling berbicara.
3. Interaksi antar konselor dank lien berlangsung dalam waktu yang relative lama dan terarah kepada pencapaian tujuan.
4. Tujuan dari hubungan konseling ialah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien.
5. Konseling merupakan proses yang dinamis dimana individu klien dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi .
6. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.
Tujuan Konseling
1. Mengadakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan. Khususnya disekolah tujuan konseling adalah membantu siswa menjadi lebih matang dan mengaktualisasikan dirinya, membantu siswa maju dengan cara yang positif, membantub dalam sosialisi dengan siswa dengan memanfaatkan sumber-sumber dan potensinya sendiri.
2. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif
3. Penyelesaian masalah
4. Mencapai keefektifan pribadi
5. Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya.
Fungsi Pelayanan Konseling
1. Pemahaman
- Pemahaman tentang klien
- Pemahaman tentang masalah klien
- Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas
2. Pencegahan
3. Pengentasan
4. Pemeliharaan dan pengembangan
5. Advokasi
Prinsip-prisip Bimbingan dan Konseling
1. Sasaran Pelayanan
2. Masalah Individu
3. Program Pelayanan
4. Pelaksanaan Layanan
5. BK di sekolah
C. Azas-azas Bimbingan dan Konseling
1. Azaz Kerahasiaan
Merupakan asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin. Jika asas kerahasiaan ini benar-benar dijalankan maka bimbingan dan koseling akan berjalan dengan lancar dan baik.
2. Azas Kesukarelaan
Asas ini merupakan asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan
Asas ini merupakan asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan besikap terbuka dan tidak berpura-pura baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan kerelaan.
4. Asas Kegiatan
Asas ini menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan cari-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik (klien).
6. Asas Kekinian
Asas yang menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan
Asas ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas keterpaduan
Asas ini merupakan asas yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan/Kenormatifan
Asas ini menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hokum, peraturan, adapt istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar-dasar kaidah propesional. Dalam hal ini dalam pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam menyelenggarakan jensi-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus
Asas Alih Tangan Kasus yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih tangankan kepihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula sebaliknya guru pembimbing (konselor) dapat mengalih tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun luar sekolah.
12. Asas Tutwurihandayani
Asas ini menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ingngarsa sung tulada, ing madya mangun karso”.
D. Landasan Bimbingan dan Konseling
1) Filosofis
Pemikiran filosifis yang selalu terkait dengan pelayanan BK terutama adalah tentang konsep manusia, makna dan hakikat kehidupan manusia, serta tugas dan tujuan hidupnya. Pemikiran tentang hakikat manusia akhirnya bermuara pada deskripsi yang mendasar bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki empat dimensi, keindividualan, dimensi kesosilan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Disamping itu pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang memiliki tujuan dan mengemban tugas kehidupan tertentu yang berkaitan dengan kehidupan beragama, bekerja, berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Oleh karena itu pemikiran filosofis menuntut konselor bekerja secara cermat, tepat dan bijaksana.
2) Religius
Landasan religius dalam pelayanan BK sangat perlu diletakkan, karena agama berpengaruh dalam kehidupan manusia. Agama adalah dimensi, potensi, dan kebutuhan jiwa manusia yang tinggi. Kemuliaann manusia sebagaimana ditunjukkan oleh kaidah-kaidah agama harus dikembangkan dan dimuliakan. Segala tindakan dan kegiatan BK selalu diarahkan pada tujuan pemuliaan kemuliaan manusia itu. Oleh karena itu pengaruh agam pada tujuan pemuliaan dalam pelayanan BK adalah mengerahkan klien dalam upaya meningkatkan imtak, kemuliaan akhlak atau kemanusiaannya.
3) Psikologis
Landasan psikologis dalam BK dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan dengan berbagai latar belakang dan latar depannya. Hal ini sangat penting, karena bidang garapan BK adalah tingkah laku individu, khususnya klien yang perlu diubah dan atau dikembangkan apabila hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya .
4) Sosial Budaya
Landasan social budaya dalam BK dimaksudkan untuk mengingatkan konselor bahwa pelayanan BK yang dikembangkan hendaknya ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan ke-Bhinekaan kehidupan sosial budaya mereka miliki.
5) Ilmiah dan Teknologis
Landasan ini membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan BK. Dalam kaitan ini BK adalah suatu ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. BK juga sebagai suatu ilmu yang multi-refensial menerima sumbangan-sumbangan besar dari ilmu lain dan bidang teknologi, sehingga BK menjadi besar dan kokoh serta selalu dapat mengikuti perubahan dan perkembangan zaman, terutama dibidang IPTEK yang semakin pesat.
6) Pedagogis
Landasan pedagogis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan BK memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar BK merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan. Demikian juga, tujuan pelayanan dan proses BK berujung pada nilai pedagogis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Bimbingan konseling itu sendiri memiliki cirri-ciri, tujuan, fungsi pelayanan konseling, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, azas-azas dan landasan bimbingan konseling.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan tentang bimbingan konseling, penulis memberikan saran bagi pelaksana/guru harus lebih kreatif dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling, pendekatan yang digunakan sebaiknya pendekatan perkembangan, pelayanannya harus cepat tanggap dan lebih proaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Februlini, Dini. 2011. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Teras
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2007. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia
Yusuf, Samsul dan Juntika, Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rodaskarya
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. Yang telah memberikan karunia dan lindungan-Nya. Begitu besar rasa syukur yang penulis rasakan, karena berkat Ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah Bimbingan Konseling.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis tercatat sebagai amal shaleh dan mendapat imbalan yang berlipat dari Allah swt.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penyajian, penulisan, dan penggunaan tata bahasa. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sebagai proses perbaikan untuk karya tulis selanjutnya hingga menjadi lebih baik.
Bengkulu, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan......................................................................... 2
B. Pengertian Konseling.......................................................................... 3
C. Asas-asas Bimbingan Konseling ........................................................ 5
D. Landasan bimbingan Konseling........................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 10
B. Saran................................................................................................. 10
Langganan:
Komentar (Atom)