BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ada dua
aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Shafawi pada ( 1501-1722 M ). Pertama, lahirnya kembali
dinasti Shafawi adalah kebangkitan kembali kejayaan Islam. Ketika Islam
sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, dinasti Shafawi telah
memberikan kepada Iran semacam “Negara Nasional” dengan identitas baru, yaitu
aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan
nasionalisme Iran Modern.
Menurut
Sayid Amir Ali, kata Shafawi berasal dari kata shafi, suatu gelar bagi nenek
moyang raja-raja Shafawi: Shafi Al-Din Ishak Al-Ardabily, pendiri dan pemimpin
tarekat Shafawiyah. Amir Ali beralasan, bahwa para musafir, pedagang dan
penulis Eropa selalu menyebut raja-raja Shafawi dengan gelar Shafi agung.
Sedangkan menurut P.M. Holt dan kawan-kawan, Shafawi berasal dari kata Shafi,
yaitu bagian dari nama shafi Al-Din Ishak Al-Ardabily sendiri.
Jatuhnya
Kota Baghdad pada tahun 1258 M, ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
khilafah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan perandaban Islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di bumi
hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan di
bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Pada Masa
Bani Shafawi di Persia
b. Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban
Islam Pada Masa kerajaan Mongol
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Pada
Masa Bani Shafawi di Persia.
Kerajaan
Shafawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M/907 H, tatkala Syekh Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syekh di Tabriz, demikian antara
lain pendapat C.E. Bosworth. Namun event sejarah yang penting inilah tidaklah
berdiri sendiri. Peristiwa tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni kurang lebih dua abad.
Waktu yang hampir sama dengan usia kerajaan Shafawi sendiri. Selama masa itu,
cikal bakal Shafawi tumbuh lambat laun, tetapi pasti menuju zaman yang penuh
dengan muatan dan historis yang sangat penting.[1]
a) Asal-Usul Kerajaan Shafawi di Persia.
Pada waktu
kerajaan Turki Utsmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Shafawi di
Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang
dengan cepat. Nama Shafawi ini terus di pertahankan sampai tarekat safawiyah
menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang di sebut
kerajaan Shafawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Shafawi sering berselisih
dengan kerajaan Turki.
Kerajaan
Shafawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini
menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan
sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Shafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran
dewasa ini .
Kerajaan
Shafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota
Azerbaijan. Tarekat ini bernama Shafawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi
Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada
awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya
memerangi orang-orang ahli bid’ah Tarekat ini menjadi semakin penting setelah
ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local
menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan
Anatolia.
Dalam
perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap
ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk
berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang
telah mereka yakini (ajaran Syi’ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid
tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
b) Peran dinasti Shafawi bagi peradaban
Islam.
Peran
kesejarahan dinasti Shafawi begitu besar. Hal ni dapat dilihat dari sisi
kemajuan dan kejayaannya. Kendati demikian,masa kemajuan kerajaan shafawi tidak
lanagsung terwujud pada saat dinasti itu berdiri di bawah Ismail, raja pertama
( 1501-1524 M ). Kejayaan Shafawi yang gemilang baru dicapai pada masa
pemerintahan Syaikh Abbas yang agung ( 1578-1629 ) raja yang kelima. Walaupun
begitu, peran Ismail sebagai pendiri Shafawi sangat besar sebagai peletak pondasi
bagi kemajuan Shafawi di kemudian hari. Di samping telah memberikan corak yang
khas bagi Shafawi dengan menetapkan Syiah sebagai agama Negara, Syaikh Ismail
juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah
dan penyusun struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
c) Wujud dan corak kemajuan dinasti Shafawi.
a. Kemajuan di bidang politik.
Pengertian
kemajuan dalam bidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah
Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan
di atur oleh suatu pemerintahan yang kuat serta mampu memainkan peranan dalam
percaturan politik internasional. Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu
Negara di tentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syaikh Abbas I juga telah
melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata,
Dinasti Shafawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbas yang pernah
menjadi tulang punggung dinasti Shafawi yang besar, pada masa awal di pandang
syaikh Abbas tidak pernah bisa di harap lagi. Qizilbas hanya menjadi semacam
tentara nonreguler yang tidak bisa diharapkan lagi untuk menopang citra politik
Syaikh yang besar. Untuk itu di bangun suatu angkatan bersenjata regular. Inti
satuan militer ini direkturnya dari bekas tawanan perang bekas Kristen di
Georgia dan Circhasia yang sudah mulai di bawah Persia. Syaikh Tahmasab (
1524-1576 ) mereka di beri gelar “ghulam”. Mereka di bina dengan pendidikan
militer yang miitan dan dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya,
Syaikh Abbas mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari ghulam itu.
b. Kemaujuan di Bidang ekonomi.
Kerajaan
Shafawi masa syaikh Abbas mengalami kemajuan di bidang ekonomi, terutama
industri dan perdagangan. Pada akhir abad ke-15 ( 1498 ) Vasco da Gama, seorang
pelaut potugis menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung selatan di Afrika.
Penemuan ini membuka fase baru dalam perkembangan dunia perdagangan
internasional. Bangsa Eropa sendiri berlomba-lombaberlayar ke timur untuk
memperebutkan daerah-daerah perdagangan yang menguntungkan. Portugis pada akhir
abad ke-16 telah menguasai paling tidak tiga kota dagang yang terpenting di
sekitar samudra Hindia, yaitu Hormuz di Persia, Goa di India dan Malaka di
Malaya.
c. Kemajuan di Bidang Fisik Tata Kota.
Ibu kota
Shafawi ialah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran di lakukan oleh
Syaikh Abbas terhadap ibu kotanya, Isfahan. Pada saat ia mangkat di Isfahan
terdapat 1603 buah mesjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen yang luas
untuk penginapan tamu-tamu khalifah dan 237 unit pemandian umum. Diantaranya
yang paling terkenal ialah Mesjid Syaikh yang mulai di bangun sejak 1611 M,
Mesjid Luthfullah yang dibangun pada 1603 M. Syaikh Abbas juga membangun istana
megah yang disebut Chihil sutun atau Istana Empat Puluh Tiang, sebuah jembatan
besar di atas sungai Zende Rudd an Taman Bunga Empat Penjuru.
d.
Kemajuan di Bidang Filsafat dan Sains.
Pada masa
dinasti Shafawi, filsafat dan sains bangkit kembali di dunia islam, khususnya
dikalangan orang-orang Persia
yang berminat tinggi pada pekembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat
ikatannya dengan aliran Syiah yang di tetapkan dinasti Syafawi sebagi agama
resmi agama.
Dalam Syiah
dua belas ada dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli mereka berbeda di dalam
memahami ajaran agama, yang pertama cendrung berpegang teguh kepada hasil
ijtihad para mujtahid Syiah yang mapan. Sedangkan yang kedua mengambil langsung
dari sumber ajaran Islam, Al-qur’an dan Al-hadits tanpa terikat kepada para
mujtahid. Golongan Ushul inilah yang paling berperan pada masa Syafawi. Di
bidang teologi mereka mendapat dukungannya dalam madzhab Mu’tazillah. Pertemuan
kedua elemen kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemudian
dilahirkan beberapa filusuf dan ilmuan[2].
d) Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Syafawi.
Sepeninggal
Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein
(1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran.
Raja Safi
Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang
raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain
sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya
kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan
Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad
direbut oleh kerajaan Usmani.
Abbas II
adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan
meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak
kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi
kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan
pendapatnya terhadap penganut
Adapun sebab-sebab kemunduran
dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan
kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan
ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua
kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda
sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses
kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi
kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri
menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk
Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat
Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena
tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan
aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan
pertahanan kerajaan Safawi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam
bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Itulah
antara lain yang menjadi faktor keruntuhan kerajaan Syafawi. Factor lain adalah
konplik yang berkepenjangan dengan kerajaan Utsmani, dekadensi moral dikalangan
pembesar-pembesar kerajaan, dan juga konplik intern di kalangan mereka dalam
rangka memperebutkan kekuasaan.
B.
Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban
Islam Pada Masa kerajaan Mongol
a) Asal-Usul Bangsa
Mongol
Bangsa
Mongol berada di wilayah pegunungan Mongolia, berbatasan dengan Cina di
Selatan, Turkestan di Barat, Manchuria di Timur, dan Siberia di sebelah Utara.
Kebanyakan dari mereka mendiami padang stepa yang membentang di antar
pegunungan Ural sampai pegunungan Altai di Asia Tengah, dan mendiami hutan
Siberia dan Mongol di sekitar Danau Baikal.
Dalam
rentang waktu yang relatif panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana
mereka mendirikan perkemahan dan berpindah dari satu tempat ketempat lain,
menggembala kambing, berburu. Mereka hidup dari hasil perdagangan tradisional
yaitu mempertukarkan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka.
Kesehariannya, sebagaimana dipredikatkan pada sifat nomad,mereka mempunyai
sifat kasar, suka berperang, berani mati dalam mewujudkan keinginan dan ambisi
politiknya. Namun, mereka sangat patuh dan taat pada pimpinannya dalam satu
bingkai agama Syamaniyah, yaitu kepercayaan yang menyembah bintang-bintang dan
matahari terbit.
Namun
demikian, ada satu pendapat yang mengatakan bahwa bangsa Mongol bukanlah suku
nomad sebagamana dimaksud, tetapi satu bangsa yang memiliki ketangkasan berkuda
yang mampu menaklukkan stepa ke stepa, akibatnya kehidupan. mereka
berpindah-pindah mengikuti wilayah taklukannya dibawah kepemimpinan seorang
Khan. Khan yang pertama dari bangsa Mongol itu adalah Yesugey, ayah Chinggis
atau Jengis.
Runtut
etniknya berasal dari nenek moyang yang bernama Alanja Khan yang dikaruniai dua
orang putera kembar yaitu Tartar dan Mongol. Dari kedua putera ini melahirkan
dua keturunan bangsa, yaitu Mongol dan Tartar. Dari yang pertama lahirlah
seorang bernama Ilkhan yang di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa Mongol.[3]
b) Ciri-ciri Masa Mongol.
a. Berpindahnya pusat ilmu.
Kegiatan
ilmu pada masa Abasiyah berpusat di kota-kota Baghdad, Bukhara, Naisabur, Ray,
Cordova, sevilla, Ketika kota-kota tersebut hancur maka kegiatan ilmu berpindah
ke kota-kota Kairo, Iskandar, Usyuth, faiyun, damaskus, Hims, Halab, dan
lain-lain kota di kota Mesir dan di Syam.
b. Tumbuhnya ilmu-ilmu baru.
Dalam masa ini
mulai matang ilmu Umron (Sosiologi ) dan filsafat Tarikh ( Philosophy of
history ) dengan munculnya Muqaddimah Ibn Khaldun sebagai kitab pertama
dalam bidang ini. Juga mulai di sempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tata
usaha, ilmu peperangan, ilmu kritik sejarah.
c. Kurangnya Kutubul khanah.
Dalam zaman
ini banyak perpustakaan besar yang musnah bersama segala kitabnya karena
terbakar atau tenggelam di tengah-tengah suasana yang kacau waktu penaklukan
Mongol di Timur dan penyerangan Spayol di Barat. Atau pemusnahan kitab-kitab
dan perpustakaan sebagai akibat terjadinya pertentangan sengit antara
Firqah-firqah agama. Atau karena menjadi rusaknya dan mengaburnya tinta akibat
lapuk dimakan usia.
d. Banyaknya Sekolah dan Mausu’at.
Dalam masa
ini sekolah-sekolah yang teratur tumbuh subur, terutama Mesir dan Syam, dan
yang menjadi pusatnya adalah Kairo dan Damaskus. Pembangun sekolah pertama
adalah Sultan Nurudin Zanky yang kemudian di ikuti oleh para raja dan sultan
sesudahnya. Berdirilah berbagai corak sekolah baik karena perbedaan madzhab
atau pun karena ke khususan ilmu. Ada sekolah untuk ilmu Tafsir dan Hadits, dan
sekolah untuk Fiqh berbagai madzhab, ada sekolah untuk ilmu Thib dan Filsafat,
ada sekolah untuk ilmu Riyad-Hiya’at ( ilmu pasti, ilmu music dan ilmu
eksakta lainnya ). Dari sekolah ini keluarlah para ulama dan sarjana yang
jumlahnya cukup banyak. Keadaan di Mesir pun demikian juga, bahkan Jami’ah
Al-Azhar Kairo menjadi bintangnya segala sekolah, tidak saja yang usianya yang
lebih tua tetapi yang terutama karena mutu ilmu yang tinggi. Kecuali banyaknya
sekolah, zaman ini istimewa dengan lahirnya Mausu’at dan Majmu’at
( buku kumpulan berbagai ilmu dan masalah kira-kira seperti Encyclopedia
).
e. Penyelewengan ilmu.
Dalam zaman
ini ummat islam dan kaum terpelajar banyak yang melarikan diri kedunia
pembahasan agama, apalagi ketika persatuan politik tidak ada lagi dan
sultan-sultannya tidak memperhatikan perkembangan dan kemurnian agama, ummat
islam makin tenggelam kepada pembahasan bidang agama saja, bahkan lama-kelamaan
jatuh ke lembah mistik dan khurofat. Hal ini mungkin karena kebanyakan manusia
telah di hinggapi rasa takut sehingga mereka mengungsi ke dunia agama dan
mistik untuk menghibur diri. Dalam masa ini berbagai ilmu mereka pergunakan untuk
mengkhidmati agama saja atau mistik dan khurofat. Misalnya ilmu Falak hanya
untuk menetapkan waktu sholat, sementara ilmu Bintang untuk meramal.
f. Kondisi keagamaan
Penguasa
Mongol atas daulah Islam hampir memusnahkan unsur Arab dan bahasanya, selama peperangan
maka ratalah kota dan daerah yang dikuasai. Mereka bunuh penduduknya, mereka
rampas hartanya, mereka runtuhkan gedung-gedungnya mereka bakar Kutubul
Khanahnya, maka musnahlah perbendaharaan kebudayaannya. Namun suatu hal
yang luar biasa bahwa Jenghis Khan yang meruntuhkan semua itu, diantara
keturunannya ada yang bangun menjadi pemelihara dan pembangun kembali agama dan
kebudayaan Islam.
Timur lenk,
salah satu keturunan Jenghis Khan misalnya, pada akhir hayatnya memeluk Islam,
berkat usaha sultan Faraj, seorang dari raja Mamluk yang mengutus delegasi
dengan pimpinan Ibn Khaldun Bapak Sosiologi Islam yang termashur saat itu.
Sementara itu kekejaman Timur Lenk mereda dan ia mengamalkan agama Islam secara
tekun serta membelanya dengan semangat sampai wafatnya tahun 1404 M. tidak
berbeda keadaannya dengan keturunan Jenghis Khan yang lain Islam menyusupi diri
mereka.
1) Juchi Khan keturunan dari Junghis Khan
yang menguasai lembah Wolga, eropa Timur dan Eropa Tengah, menurunkan seorang
namanya Barka Khan ( 1256-1266 ). Barka Khan inilah menurut Arnold dalam The
Preaching of Islam, merupakan keturunan Jenghis Khan yang perama-tama masuk
Islam. Ia banyak membangun
rumah-rumah ibadah dan perguruan-perguruan tinggi Islam pada kota belahan Utara
itu. Ia banyak berhubungan surat-menyurat dengan sultan Baibars, seorang raja
Mamluk Mesir. Sementara itu, misi Islam dari Mesir banyak berdatangan dan Islam
makin tersiar di belahan Utara.
2) Chagatai Khan putra Jenghis Khan yang
menguasai lembah Tarim Turkisan Timur, sin-hiang, Asia Tengah ( Turkistan
Barat, Tran-soxiana ) menurunkan seorang bernama Tagluk Timur Khan (1347-1363
M) yang menjadi sultan Islam pertama dari keturunan Chagatai Khan. Di tangannya
kerajaan yang di bentuk moyangnya itu menjadi kesultanan Islam.
3) Demikian juga keturunannya yang lain yang
masuk menguasai India, Akhirnya mendirikan Kerajaan Moghal (1526-1962 ) di
India, suatu kesultanan Islam yang banyak berjasa dalammeninggikan Islam.
Kenyataan menunjukkan bahwa bangsa yang ketika masih biadab menghancurkan
segala yang dimiliki Islam, ketika ia telah bergaul dan meresapi ketinggian
Islam bukannya masyarakat Islam yang musnah tapi mereka yang lambat laun
terpengaruh, bahkan menjadi pembela dan penjunjung tinggi Islam.[4]
c) Kemajuan bangsa mongol.
Pada masa
pemerintahan Bahadur Khan, Mongol mengalami kemajuan yang sangat
besar karena pada saat itu Bahadur berhasil menyatukan13 kelompok suku bangsa.
Kemudian pada masa pemerintahan Hulagu Khan banyak wilayah yang telah
ditaklukannya.diantaranya adalah kota Baghdad yang pada waktu dipimpin oleh
Khalifah Al-Mu’tashim. Khalifah Al-mu’tashim tidak mampu membendung topan
tentara Hulagu Khan. Selanjutnya Hulagu melanjutkan gerakannya ke Syria dan
Mesir dari Baghdad pasukan mongol menyebrangi sungai Khuprat menuju Syria, kemudian
melintasi Sinai. Mesir pada tahun 1260 M. mereka berhasil menduduki Hablur dan
Gaza.
Selanjutnya
pada masa pemerintahan Ghazan, yakni raja yang ketujuh Dinasti Ilkhan, ia mulai
memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan
satra. Oleh karena itu, ia membangun semacam biara untuk para Darwis, perguruan
tinggi untuk madzhab Syafi’I dan Hanafi, sebuah perpustakaan Observatorium, dan
gedung-gedung umum lainnya.
d) Sebab-sebab Kemunduran Bangsa Mongol.
Kekalahan
bangsa Mongol di bawah panglima Kitbugha atas pasukan Mamalik di bawah panglima
Qutuz. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta
supaya sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik untuk menyerah.
Permintaan itu di tolak oleh Qutus dan utusan Kitbugha tersebut dibunuhnya.
Tindakan Qutuz itu tidak menimbulkan kemarahan oleh di kalangan Mongol.
Kitbugha kemudian melintas Jordania menuju Galilei. Pasukan ini bertemu dengan
pasukan Mamalik yang di pimpin langsung oleh Qutuz. Pertempuran dahsyat terjadi
sehingga pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol pada tanggal 3
september 1260 M. Hal inilah yang menyebabkan runtuhnya kerjaan Mongol di Cina.
Pada saat
Mongol diperintah oleh Abu Sa’id ( 1317-1335 M ), terjadi bencana kelaparan yang
sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan
malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan akhirnya terpecah belah
sepeninggalan abu Sa’id dan masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya
mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Ada dua
aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Shafawi pada ( 1501-1722 M ).
Pertama, lahirnya kembali dinasti Shafawi adalah kebangkitan kembali kejayaan
Islam. Ketika Islam sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua,
dinasti Shafawi telah memberikan kepada Iran semacam “Negara Nasional” dengan
identitas baru, yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan
bagi perkembangan nasionalisme Iran Modern.
Jatuhnya
Kota Baghdad pada tahun 1258 M, ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
khilafah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan perandaban Islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap di bumi
hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Kehidupan. mereka
berpindah-pindah mengikuti wilayah taklukannya dibawah kepemimpinan seorang
Khan. Khan yang pertama dari bangsa Mongol itu adalah Yesugey, ayah Chinggis
atau Jengis.
B.
Saran
Semoga
makalah ini berguna bagi pembaca terkhusus untuk penulis sendiri. Untuk itu
kritik dan saran dari pembaca Sangay penulis harapkan guna perbaikan makalah
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid, Thohir,
2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: P.T.
RajaGrafindo.
Shiddiq, Nourouzzaman H., Dr. 1989Pengantar Sejarah Muslim, Yogyakarta : Mentari MasaYogyakarta, Cetakan ke II,
Sunarto, Musyrifah. 2008. Sejarah Islam Klasik . Jakarta:Prenada Islam Media.
Yatim, Badri,
2006, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Pada Masa Shafawi
di persia.. 2
B.
Pertumbuhan dan Pekembangan Peradaban Islam Pada Masa
Kerajaan Mongol 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................. 14
B.
Saran ...................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, taufik dan
hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asal-usul
Kerajaan Persia
dan Mongol” tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan dalam penyusunannya, hal ini dikarenakan keterbatasan penulis, oleh
sebab itu untuk kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
kedepannya, terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
bantuan baik materil maupun spiritual, dalam proses penyelesaian makalah ini.
Bengkul, 2012
Penulis
[1]Ajid Thohir, (Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam, Jakarta:P.T. Raja Grafindo, 2004) hal 166-167
[2] Ibid.
hal: 173-177
[3] Nourouzzaman Shiddiq, H.,
Dr., Pengantar Sejarah Muslim,
(Yogyakarta : Mentari MasaYogyakarta, Cetakan ke
II, 1989), hal. 74
[4] Prof. Dr.Hj. Masyrifah Sunarto, (Sejarah
Islam Klasik, Jakarta:Prenada Islam Media, 2008). Hal:190-194
[5] Badri Yatim, Dr.,
MA., Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),
hal.111